Beberapa “Culture Shock” yang Menjadi Contoh untuk Kita Semua
Saya sempat mengunjungi Jepang 3 tahun yang lalu, dan walaupun sebelum datang ke Jepang saya sudah sering membaca dan belajar tentang kebudayaan Jepang, tetapi saat sampai di Jepang saya tetap merasakan “Culture Shock” dan menemukan beberapa hal yang menurut saya patut untuk dibagikan agar menjadi contoh untuk kita semua.
1. Mengemas barang belanjaan sendiri
Di beberapa supermarket yang saya datangi, pembeli diharuskan membungkus barang belanjaannya sendiri. Jadi, kasir hanya menghitung total belanjaan kita dan memindahkan barang belanjan kita ke keranjang lain, lalu setelah kita membayar belanjaan kita akan diberi beberapa platik dan dipersilahkan membungkus sendiri barang belanjaan kita. Ini tidak terjadi di semua supermarket, berdasarkan pengalaman saya, di supermarket gyomu supaa dan green cycle di daerah hino tokyo. Tetapi di konbini seperti 7&iHoldings (Seven eleven) barang tetap di kemas oleh kasir.
2. Bertanya arah
Hal ini hanya saya temui ketika saya pergi ke Jepang, pada saat itu saya tidak membawa smartphone jadi saya sering sekali tersesat. Setiap kali saya bertanya, pasti mereka tidak hanya menjelaskan arah arah, namun mengantarkan kita sampai ketujuan. Bukan berarti kita memanfaatkan kebaikan orang jepang ya, tetapi itu termasuk salah satu alasan kenapa Jepang termasuk aman untuk perempuan yang ingin melakukan perjalanan sendirian atau solo travelling. Namun jangan lupa, saat kita bertanya tentu ada aturannya, yaitu jangan bertanya kepada orang yang sedang terburu-buru karena pasti mereka akan langsung menolak sebelum kita selesai menjelaskan maksud kita.
3. Budaya Jujur
Seperti yang kita ketahui, orang jepang terkenal akan kejujurannya tetapi, hal yang akan saya ceritakan ini benar benar tidak terduga. Saat itu saya dari stasiun Hino, Tokyo dan tidak tahu kemana arah menuju apartemen saya, lalu saya diantar oleh seorang profesor asal Jepang yang kebetulan duduk di sebelah saya selama di kereta, dan kami berbincang bincang selama di perjalanan. Beliau mengantarkan saya sampai ketempat dimana terdapat beberapa taksi dan beliau bilang kepada supir taksi bahwa saya tidak terlalu bisa berbahasa Jepang dan saya ingin pergi ke sebuah alamat yang di tunjukkan. Kemudian si driver berkata bahwa dia tau rute yang lebih dekat untuk menuju apartemen yang saya tuju tersebut. Sesampainya ditempat tujuan, ternyata saya hanya menghabiskan 990 yen, sedangkan teman saya bilang kalau lewat rute yang lain bisa sampai 1110 yen, dan jarang taksi yang melewati rute yang saya lewati tadi.
4. Pejalan kaki adalah “rajanya” jalan
Suatu malam, saya berjalan kaki di sekitar lingkungan apartement, dan pada saat hampir sampai persimpangan jalan, seperti gang kecil, dari arah berlawanan ada mobil yang mau lewat, dan mobil itu langusung berhenti dan mempersilahkan saya menyebrang terlebih dahulu. Padahal pada saat itu saya belum benar benar akan menyebrang karena masih ada jarak 5 meter antara saya dengan persimpangan itu, apabila mobil tadi langusng lewat tentu saja saya bisa menyebrang setelah mobil itu, tetapi tidak, mereka sangat menghormati pejalan kaki.
Penulis: Nadiatika Amelia