Melalui Bahasa, Ku Temukan Cinta (Chapter 2)

finalis_lomba_2020, lomba_2020Budaya & Kehidupan, Cinta & Gaul dengan Orang Jepang, Lomba Menulis, ★kelas kita (クラスでの活動)

Teman-teman yang belum baca chapter 1 bisa baca di sini :
Melalui Bahasa, Ku Temukan Cinta (Chapter 1)

A. Cintaku Mekar Bak Sakura di Musim Semi

1. Benih Cinta Mulai Tumbuh

Meskipun kami hanya bertemu sebulan sekali, aku sangat memanfaatkan momen belajar bersama Ken. Setiap hari aku belajar dari buku-buku bahasa Jepang yang telah ia rekomendasikan seperti Minna No Nihongo dan Marugoto. Setiap kali aku menemui kesulitan baik itu berupa pelafalan atau menyusun kalimat, Ken selalu ada untukku. Ia selalu mengoreksi kata demi kata dan tata bahasa yang tidak tepat. Kata-kata yang aku ingat darinya,

Sebenarnya, Ken juga mengajar bahasa Jepang di Youtube dan Japan Foundation. Namun di sela-sela kesibukannya, ia selalu menyempatkan diri untuk membalas pesan dariku dengan cepat. Terkadang ia membalasnya melalui pesan suara. Aku senang sekali memiliki seorang teman yang sekaligus guru bahasa Jepang privat sepertinya.

Suatu ketika, Ken memintaku untuk menontonnya menari di Gelora Bung Karno, Senayan. Ia tampak sangat senang karena aku bersedia menonton penampilannya. Sayangnya, aku hanya datang untuk menonton. Setelah ia selesai pentas, aku buru-buru pulang karena malu menemuinya. Padahal sebelum pentas, ia tampak mencari-cari seseorang. Aku tidak tahu siapa yang ia cari tapi sepertinya dia juga tidak menyadari kehadiranku kala itu. Ken tampak murung di atas panggung, aku ingin menghampirinya tapi tidak bisa karena ada banyak orang. “Ah mana mungkin dia mencariku.” pikirku dalam hati.

Sesampainya di rumah, aku baru mengecek Hp. Ada 30 panggilan tidak terjawab dan lima pesan dari Ken. Tiba-tiba ada panggilan masuk lagi dari Ken.

“Yuni, sekarang kamu dimana? Ayo, kita bertemu di panggung tengah.’’tanya Ken.

“Eh, kita bisa bertemu? Aku pikir kamu ingin mengobrol dengan murid-muridmu tadi. Setelah melihatmu menari, aku segera pulang ke rumah.” jawabku.

“Ayo balik kesini lagi. Aku sudah beli 2 tiket untuk menonton.”kata Ken.

“Ah mungkin lain kali saja, Ken. Aku tidak bisa pulang terlalu sore. Nanti dimarahi orang tuaku kalau pulang setelah matahari terbenam.”jawabku.

Yah, begitulah sepenggal percakapan kami di telepon. Sebenarnya aku sangat senang karena dia mencariku dan mengajak nonton. Tapi aku merasa malu sekali dan tidak enak dengannya.

Biar bagaimanapun juga, Ken tetaplah guruku. Aku sudah belajar bahasa Jepang gratis dengannya. Seharusnya aku yang mentraktirnya makan atau membayar operasional selama kami bertemu. Mungkin Ken menganggapku anak kecil karena ia selalu mencari alasan untuk membayar ongkos taksi, mentraktirku makan, serta membayar tiket masuk ke wahana setiap kali kami bertemu. Padahal usia kami hanya terpaut 4 tahun. Saat itu aku berusia 21 tahun dan dia 25 tahun.

2. Pohon Cintaku Mulai Berbunga

Waktu terus berjalan, entah mengapa hatiku mulai berdegup kencang setiap kali bertemu dengannya. Nampaknya Ken menyadari perasaanku ketika aku menghadiri lomba pidato yang diadakan Japan Foundation. Ia menanyakan perasaanku padanya. Namun, aku teringat sebuah janji yang pernah aku ucapkan. Aku hanya ingin berteman dan belajar bahasa Jepang saja. Jadi, aku menjawab dengan tatapan dingin padanya,”Maaf, Ken. Aku tidak pernah jatuh cinta padamu. Namun, aku menyayangimu sebagai guru sekaligus teman pertamaku.”Sejak aku menolaknya, kami tidak saling berkomunikasi kurang lebih tiga bulan.

3. Tiga Bulan Kemudian

Tiba-tiba aku mendapat pesan dari Ken. Ia ingin menemuiku untuk terakhir kalinya sebelum pulang ke Jepang. Kami bertemu di sebuah restoran yang terletak di Jakarta Selatan. Disana kami makan siang bersama dan ia memintaku tuk terus belajar bahasa Jepang. Sebelum pulang, Ken memberikanku sebuah surat dan kado kecil sebagai kenangan. Kado itu masih aku simpan sampai sekarang.

Kalau Jodoh Tidak Akan Kemana (運命の人なら距離が遠くても近くても絶対会う)

Meskipun Ken sudah kembali ke Osaka, kami saling berhubungan sebagai teman. Setiap malam ia berbicara denganku melalui video call. Dia menceritakan warna rambut dan banyak hal mengenai dirinya. Dia juga mengatakan sudah berhenti bekerja di Japan Foundation dan mencari pekerjaan baru karena tidak ingin tinggal di Indonesia lagi.

Sayangnya, ia malah mendapatkan pekerjaan baru yang mengharuskannya tinggal di Jakarta lebih lama lagi. Sebelum datang kembali ke Jakarta, ia memberitahukanku detail penerbangannya. Namun aku salah mengatakan alasanku tidak bisa menjemputnya.

Aku mengatakan,”Kekkon suru kara. Gomenne.”

“Benarkah? Kenapa?”tanya Ken dengan nada kecewa.

Saat itu, aku tidak mengerti kenapa dia mengatakannya dengan nada seperti orang kecewa. Setelah berbicara dengannya di telepon, aku bertanya ke teman Jepangku yang lain. Seharusnya aku mengatakan kekkon shiki (pesta pernikahan) bukan kekkon suru(menikah).

B. Bertemu untuk Berpisah

Pada pertengahan tahun 2017, kami bertatap muka terakhir kalinya di tempat pertama kali bertemu. Setiap kali mengunjungi tempat itu, entah mengapa selalu flashback kenangan manisku bersamanya. Kini, kami sudah memiliki kekasih masing-masing. Jadi pengalamanku dengan Ken sudah tidak ingat secara detail.

C. Kisah Cintaku Bersama Tempe Mendoan

1. Alasan Nama Disamarkan

Berhubung dia fasih Bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan, aku menggunakan nama samaran Tempe Mendoan untuk menjaga privasinya. Selain itu, dia tipikal pria jepang pemalu yang pernah aku temui. Karakteristik tubuhnya setipis irisan tempe mendoan dan sifatnya terlalu lembut. Jadi menurutku, nama samarannya cocok dengan karakteristiknya. Ditambah lagi, nama aslinya terdiri dari dua kata. Untuk memudahkan bercerita, nama depannya disamarkan jadi Tempe (kebetulan nama aslinya berinisial T juga). Sedangkan nama keluarganya disamarkan menjadi Mendoan.

2. Pertemuan Pertamaku dengan Tempe Mendoan

Pada bulan September 2017, aku bertemu dengan seorang mahasiswa pertukaran pelajar. Kami saling belajar bersama baik itu di kampus maupun luar kampus. Di pertemuan pertama ia tampak sangat kaku sekali. Dia tidak berani berbicara dengan menatap mataku secara langsung (目を合わせない人).Setiap kali aku berpura-pura memalingkan wajahku, sesekali ia menatap wajahku. Namun, setiap kali ia tertangkap basah memandangku ketika berbicara, dia kembali menundukkan kepalanya ke arah meja. “Lah? Dia kenapa selalu menundukkan kepalanya,ya? Apa aku tampak seperti monster? Pria yang aneh. Setiap kali aku bertanya mengenai bahasa Jepang, dia selalu mengatakan satu kata. Apa dia benar-benar mengerti yang aku katakan ya?” kataku dalam hati.

Dia hanya menjawab はいatau Ok. Sesekali aku meminta contoh kalimat, dia memang berbicara agak panjang tapi dengan nada suara yang sangat kecil bahkan hampir tidak terdengar. Padahal saat itu, aku sudah melihat gerakan bibirnya tapi sulit sekali mendengar yang ia katakan. Kemudian, aku berpindah tempat duduk ke sampingnya. Tidak disangka, ia malah semakin menjauh dariku. Jarak kami duduk yang tadinya 50 cm menjadi sekitar 2 meter.“Apa-apan nih. Kok rasanya kita seperti kutub magnet yang sama. Kalau salah satunya didekatkan, yang lainnya menjauh.”ucapku dalam hati.

“Aku sulit mendengar suaramu. Maaf kalau kamu merasa tidak nyaman tapi tolong bicaralah lebih keras.”pintaku.

“Iya, ini sudah yang paling keras.”katanya dengan suara lebih kecil dari sebelumnya.

Sebelum berpisah aku minta maaf padanya,”Maaf ya.”

“Kenapa?”tanyanya.

“Kamu tampaknya sangat takut padaku. Padahal aku hanya ingin belajar bahasa Jepang denganmu hari ini bukan bermaksud menakutimu. Sumimasen.”kataku.

“Tidak, aku tidak takut padamu.”jawabnya.

3. Apa Salahku?

Semenjak putus hubungan dengan Ken, aku hanya belajar bahasa Jepang bersama Tempemenggunakan buku bahasa Jepang. Suatu ketika, kami belajar di Perpustakaan Nasional. Sayangnya, ia malah asyik sendiri membaca buku bahasa Jepang dan tidak menghiraukan kehadiranku. Tadinya aku pikir dia mau mengajarkanku melalui buku yang dia baca.

Aku merasa sangat kesal terhadapnya.“Memangnya apa salahku? Kalau tidak mau berbicara seharusnya dia menolak untuk datang hari ini.”ucapku dalam hati. Kemudian aku membalas perbuatannya dengan mengajaknya naik turun perpustakaan 24 lantai menggunakan tangga darurat dan pulang berjalan kaki dari Perpustakaan (Jl. Medan Merdeka) sampai Halte Semanggi.

“Yah, semua lift sudah penuh. Bukunya ada di lantai 24, kita naik tangga darurat saja untuk mempersingkat waktu.”ucapku dengan penuh semangat.

“Ok.”jawabnya.

“Aduh, aku lupa kalau disini tempat layanan koleksi nusantara. Sebentar ya, aku ingat-ingat dulu.”kataku sambil berpura-pura mengingat.

“Ah, ada di lantai 4.”kataku.

Setelah sampai di lantai 4, dia tidak menemukan buku yang dia cari. Akhirnya kami mengecek setiap lantai dan berjalan melewati tangga darurat. Baru saja kami sampai di lantai 23, kami mendengar pengumuman dari pengeras suara bahwa perpustakaan akan segera tutup. Kemudian kami memutuskan pulang.

“Ah, ini sudah rush hour, kamu yakin mau pulang naik bus? Bus arah pulang sangat sulit, kalaupun ada pasti berdesak-desakan loh. Bagaimana kita berjalan kaki sampai Semanggi?”ucapku.

“Memangnya seberapa jauh jaraknya?”tanyanya.

“Hanya 1 Km saja kok. Kenapa? Kamu tidak kuat ya?”jawabku dengan tersenyum mengejek. Padahal jarak sebenarnya kurang lebih 5 Km.

“Ok, kita berjalan kaki saja.”kata Tempe.

Selama perjalanan, dia terus berjalan tanpa berbicara sepatah katapun. Aku menjadi sangat kesal. Meskipun kami hanya berteman, tidak seharusnya dia terus berjalan tanpa memerhatikanku yang sudah tertinggal sangat jauh.

Tiba-tiba ia berbalik ke belakang dan berjalan ke arahku,“Kamu mau istirahat?”tanyanya.

“Iya.”jawabku dengan wajah sedikit murung.

Sesampainya di rumah, aku merasa sangat kesal dan sedikit membencinya. Saat itu aku pikir dia pria terdingin yang kutemui. Dia sangat berbeda dengan pria Indonesia, teman-temanku yang pria Indonesia sangat memerhatikanku. Kalau berjalan, aku tidak pernah di tinggal dan mereka membawa tas atau barangku yang berat.

4. Berawal dari Kesalahpahaman

Suatu hari aku pernah meminta Tempe Chan menemaniku ke suatu tempat. Aku tidak berani pergi ke sana sendiri karena ada banyak pencopet disana. Aku kirim chat seperti ini :

Saat itu, kemampuan bahasa Jepang masih belum bagus. Aku pikir “tsukiatte kudasai” memiliki makna “Tolong temani aku.”. Padahal makna sebenarnya “Maukah kamu kencan bersamaku?”.

Di lain kesempatan, aku juga pernah melakukan kesalahan yang membuat Tempe Chan semakin salah paham.Saat itu aku masih belum terlalu paham penggunaan “~san, ~chan, dan ~kun”. Aku mengira Tempe Chan ingin berteman denganku karena sudah tidak terlalu kaku seperti dulu. Jadi saat latihan berbicara bahasa Jepang melalui telepon, aku bertanya padanya,“Kamu lebih suka dipanggil apa? Mendoan, Tempe, Tempe San, atau Tempe Chan?”.

“Mana saja boleh. Terserah kamu.”jawabnya.

“Ok, kalau gitu aku panggil Tempe Chan ya.”tanyaku.

“Bo….Boleh.”jawabnya dengan nada seperti orang yang sedang merasa malu.

Setelah selesai menelepon, aku mengira penggunaan “~chan” bisa juga digunakan ke teman pria yang lebih muda. Sejak saat itu, aku selalu memanggilnya Tempe Chan sampai sekarang. Andai saja dulu aku tahu penggunaan “~chan” yang sebenarnya dan tidak salah menyimpulkan seperti itu pasti tidak akan terjadi kesalahpahaman.

Kesalahpahaman demi kesalahpahaman diantara kami terus berlanjut. Di pertengahan bulan Desember 2018, aku bertanya mengenai desain kartu pos yang bagus kepadanya. Padahal saat itu, aku hanya ingin kirim kartu pos (hagaki) kepada dua orang sahabat pena. Namun, ia malah memintaku membuat kartu pos untuknya juga. Sayangnya, aku menulis menggunakan tinta merah. Jadi aku mengunduh kartu pos yang ada di internet. Desainnya sangat imut.

Pada tanggal 31 Desember 2018, aku memberikan kartu pos tersebut padanya sambil mengatakan “Tempe chan ga suki dayo.” Lalu ia menerima kartu pos itu sambil tersipu malu. Saat itu aku merasa bingung melihat tingkah lakunya. Selain itu, aku pikir “~suki” artinya suka sebagaimana aku biasa mengatakan ke teman-teman yaitu “perasaan suka hanya sebatas teman”.

Keesokan harinya tanggal 1 Januari 2019, kami pergi ke Taman Safari bersama adikku. Kami menghabiskan waktu dari jam 6 pagi sampai dengan 9 malam. Aku dan adikku merasa sangat senang karena bisa melihat banyak hewan lucu di sana. Sebelum pulang aku mengatakan padanya,”Kyou wa tanoshikattayo. Arigatoune.” sambil tersenyum.

Empat hari kemudian, kami belajar bahasa asing di sebuah restoran. Tiba-tiba dia memberikanku secarik kertas sambil mengatakan,“Tadi di kampus, aku membantu mengajar bahasa Jepang di kelas sastra Jepang. Kamu kerjakan juga ya, soal-soal yang mereka kerjakan tadi.”

“Kenapa tulisannya menggunakan hiragana semua? Benarkah soal seperti ini yang kamu ajarkan ke teman mahasiswa sastra Jepang?”tanyaku dengan penuh keraguan.

“Benar, kok. Kamu wajib kerjakan ya.”pintanya dengan serius.

Dia memberikanku tiga buah soal yang isinya tipe suami dan keluarga yang diharapkan di masa depan sertarencana masa depan. “Ini soal yang aneh, kosakataku juga belum cukup untuk menjawab pertanyaan ini. Ditambah lagi, aku tidak bisa menulis sama sekali termasuk hiragana dan katakana.”kataku sambil melihat kertas tersebut.

“Kalau tidak bisa, boleh jawab pakai bahasa Indonesia. Ini wajib ya. Kamu boleh jawab lisan atau tertulis.”kata Tempe Chan.

Kemudian aku menjawab pertanyaan tersebut menggunakan bahasa Indonesia. Rupanya ia masih belum puas dengan jawabanku. Ia menanyakan mengenai syarat wajib.

“Syarat wajibnya seorang pria muslim.”jawabku.

“Jadi kamu tidak mungkin menyukai pria non muslim ya?”tanyanya dengan suara yang lebih rendah.

“Kalau hanya sekadar rasa suka, saat ini aku sedang mencintai pria non muslim.”jawabku.

Tiba-tiba dia menatapku sebentar lalu menundukkan kepalanya sambil tersenyum. Padahal pria yang aku maksud itu bukan dia. Aku juga baru menyadari maksud dia setelah ia menceritakan semua kesalahpahaman selama ini setelah kami menjadi sepasang kekasih.

5. Budak Cinta (Bucin)

Sejak awal tahun 2019, aku mulai merasa dia terus mengikuti hal-hal yang aku lakukan. Misalnya, ia mengikutiku untuk kembali ke kampus padahal ia bilang ingin langsung pulang. Saat aku tegur kenapa dia belok kiri, padahal rumahnya ada di sebelah kanan. Dia tampak seperti orang bingung dan mengatakan,“A…a..aku mau ke perpustakaan. Kamu kenapa kembali ke kampus dan tidak langsung pulang?”tanyanya.

“Aku lupa kalau hari ini bawa motor. Jadi mau ke parkiran motor kemudian pulang.”jawabku.

“Oh kalau gitu, aku juga akan pulang sepertinya perpustakaan juga sudah tutup.” kata Tempe.

“Kamu serius? Yah, padahal aku mau mengembalikan buku sebelum pulang karena sudah telat tiga hari.” kataku dengan nada kecewa.

“Mungkin masih ada waktu. Ayo kita ke perpustakaan dahulu.” kata Tempe dengan nada bicaranya yang datar.

Selain itu, dia selalu mencari alasan untuk bisa berpayungan bersama denganku. Walaupun pada akhirnya selalu aku tolak karena merasa tidak nyaman berpayungan dengan pria. Kemudian di lain kesempatan, dia selalu saja mencari alasan agar aku tidak kehujanan seperti membawa dua buah payung setiap hari. Kalau ini sih tidak pernah kutolak hehehe.

6. Kado Ulang Tahun yang Tak Terlupakan

Aku memang tidak pernah merayakan ulang tahun sejak kecil. Namun, ulang tahun ke-24 merupakan hari yang tidak bisa kulupakan. Aku memperoleh sebuah surat cinta dari Tempe Chan. Hal yang paling aku ingat adalah ekspresinya yang sangat lucu ketika memberikan surat cinta yang telah ia tulis dalam dua bahasa. Wajahnya memerah dan terus tersenyum malu sambil menundukkan kepalanya.

Entah mengapa aku merasakan perasaan cinta yang tulus darinya. “Terima kasih atas surat cintanya. Aku juga mencintaimu tapi kita tidak mungkin bisa bersama. Jadi sebaiknya kamu cari wanita lain saja. Aku tidak ingin melukai perasaanmu jika suatu hari aku harus meninggalkanmu dan menikah dengan pria lain. Aku hanya akan menikahi pria muslim.” kataku sambil menahan air mata.

Sayangnya jawabanku saat itu seketika membuat hatinya mendung. Ia tampak menahan air matanya.

“Kamu jangan sedih seperti itu. Kita masih bisa berteman seperti biasa kok.” kataku.

“Kalau begitu aku mau jadi muslim agar kita terus bersama dan menikah.” ucapnya.

Sontak saja aku sedikit terkejut karena ia masih terlalu mudah bagi pria Jepang untuk memikirkan menikah. Namun, aku memintanya untuk menjadi muslim dari hati dan mengharuskan ia belajar Islam terlebih dahulu. Sepulang makan siang bersama, ia mengatakan kita pacar karena saling mencintai. Dua minggu setelah melakukan 告白( こくはく ), Tempe Chan pulang ke Jepang.

Aku mengantarnya sampai stasiun dan kami menangis karena harus berpisah. Sebelum berpisah kami sepakat untuk saling berkirim surat meskipun sudah di zaman modern.

7. Cinta Telah Memabukkannya

Meskipun kami sudah berpisah, dia terus menerus menghubungiku. Baru saja berpisah tiga hari, dia tampak sangat sedih. Dia meneleponku seperti suara habis menangis dan mengatakan terus-menerus memakai sarung pemberian dariku. Padahal kedua orang tuanya sudah berpikir dia tampak aneh dan mirip seperti wanita karena memakai sarung. Orang tuanya juga tidak mengizinkannya keluar rumah menggunakan itu. Meskipun sudah kembali ke Jepang, dia tetap belajar Islam sedikit-sedikit. Setiap hari Jumat, ia teringat kegiatannya selama di Indonesia seperti sholat jumat berjamaah di masjid dan mengikuti kajian.

Seminggu setelah kembali ke Jepang, ia mengirimkanku pesan yang berisi dia sedang mabuk di restoran karena merasa sangat sedih. Rupanya dia sangat patuh terhadapku, aku minta dia pulang ke rumah dan sebagai gantinya setiap dia merasa rindu, aku akan berbicara di video call. Sayangnya aku tidak pernah bisa melihat wajahnya karena dia bilang malu dan tidak pernah video call sebelumnya.

8. Kesanku Mengenai Pacar Orang Jepang

Sebenarnya kami baru pertama kali punya pacar jadi tidak bisa membedakan. Namun siapapun orangnya asalkan dia berhati baik meskipun orang lokal sekalipun, aku rasa tidak masalah.

Kalau masalah perbedaan budaya memang ada tapi tidak begitu terasa mungkin karena ia sudah pernah tinggal setahun di Indonesia. Misalnya tanggal 25 Desember adalah hari natal di Indonesia. Kalau di Jepang, orang Jepang tidak rayakan natal tapi menikmati momen natal bersama keluarga atau pacar. Kemudian tanggal 1 Januari karena hari spesial. Biasanya orang Jepang menghabiskan waktunya bersama kekasih sedangkan di Indonesia hanya hari libur nasional.

Kami lebih sering mengalami kendala dalam berkomunikasi karena perbedaan bahasa. Misalnya ketika marah, nada bicaraku menjadi secepat kereta api hahahaha. Meskipun dia lancar berbahasa Indonesia, dia tidak dapat mengerti. Jadi dia hanya mengatakan “hai” kemudian diam seribu bahasa seolah-olah mengerti. Ketika amarahku mulai mereda, dia mengatakan tidak mengerti yang aku bicarakan dan minta diulangi dalam bahasa Jepang.

Konsep ketuhanan yang berbeda. Meskipun ia menganut agama Buddha, dia tidak begitu paham mengenai hakikat agama dan ketuhanan. Dia memilih agama Buddha karena di rumahnya ada patung Buddha dan di SMA hanya mempelajari tentang Buddha. Setelah bertemu denganku, dia mulai aktif bertanya-tanya pentingnya sebuah agama, perbedaan Islam dengan agama lain, dan masih banyak lagi.

Mungkin sebagian orang Indonesia berpikir saling berikirim surat cinta sudah kuno tapi bagi kami surat cinta merupakan luapan emosi yang sulit dikatakan baik secara langsung maupun telepon. Ada kejadian yang menurutku lucu, Tempe Chan ingin chat denganku tapi dia hanya mengirim pesan seperti ini :

Meskipun ia adalah pacar pertamaku, aku sudah pernah mendapatkan pernyataan cinta dari beberapa pria. Jika dibandingkan dengan pria lain, Tempe Chan sangat pemalu dan pasif sampai mau mengobrol baik itu melalui chat atau video call. Berbeda dengan pria lain yang lebih aktif.

Selain itu, aku mendapatkan kosakata baru yang tidak pernah aku pelajari di buku Minna No Nihongo I, seperti kata di bawah ini :

1. Perbedaan 「唯一」dan 「だけ」yang memiliki arti “hanya” tapi kalau kata 「唯一」(yuiitsu) digunakan untuk sesuatu atau seseorang yang sangat berharga. Contoh kalimatnya ユニ ちゃんが唯一の恋人 artinya “kekasihku hanya Yuni tidak ada yang lain”.

2. Perbedaan「恋人」“koibito” dan 「愛人」“aijin”. Di kamus, keduanya memiliki arti yang sama yaitu “kekasih” tapi sebenarnya ada perbedaan yang sangat besar. Kalau “koibito”「恋人」artinya “kekasih” sedangkan “aijin”「愛人」artinya “selingkuhan”.

3. ずっと一緒にいたい
(Zutto isshoni itai)
Aku ingin bersamamu selamanya.

4. Perbedaan 好き dan 愛してる. Kalau 愛してる perasaan cintanya lebih kuat daripada 好き

5. 一緒にいれるまで一緒にいたい
(Isshoni ireru made isshoni itai)
Aku mau bersamamu sampai ajal memisahkan kita.

6. 恋人でいようよ
(Koibito deiyouyo)
Jadilah kekasihku.

7. 別れたくない
(Wakaretakunai)
Aku tidak ingin berpisah denganmu.

8. 心の底から愛してる
(Kokoro no soko kara aishiteru)
Aku mencintaimu dari lubuk hatiku yang terdalam.

9. 冷たい心
(Tsumetai kokoro)
Berhati dingin.

10. 温かい心
(Atatakai kokoro)
Berhati hangat

11. ミサンガ Gelang yang digunakan oleh sepasang kekasih. Kekasihku percaya selama gelang itu dipakai, cinta kami sulit dipisahkan. Sayangnya, hanya dia yang pakai gelang itu karena aku tidak percaya mitos semacam itu.
Terima kasih buat teman-teman yang sudah membaca kisahku sampai sini. Aku mohon maaf gambar ilustrasinya tidak bagus karena aku tidak pintar menggambar. Semoga teman-teman mengerti poin dari istilah “unmei no akai ito”. Jadi kelingking kita dan kelingking jodoh kita seolah-olah diikat oleh benang merah sejak kita lahir. Biasanya kata ini digunakan di manga.

Catatan mengenai istilah di artikel :

1. 運命の人なら距離が遠くても近くても絶対会う。
(unmei no hito nara kyori ga tookutemo chikakutemo zettai au)
Meskipun jaraknya jauh ataupun dekat, jika sudah jodohnya pasti bertemu.

2. 結婚(けっこん)するから。ごめんね。
(kekkon suru kara, gomenne)
Aku akan menikah, maaf ya.

3. 目を合わせない人
(me o awasenai hito)
Orang yang tidak bisa menatap lawan bicara ketika berbicara.

4. 付き合ってください。
(tsukiatte kudasai.)
Maukah kamu kencan denganku?

5. ~ちゃん
(~chan)
Biasanya digunakan wanita untuk memanggil teman wanita yang sudah akrab, bayi, dan kekasih.

6. 葉書( はがき )
(hagaki)
Kartu pos

7. 今日(きょう)は楽(たの)しかったよ。ありがとうね。
(Kyou wa tanoshikattayo. Arigatoune.)
Terima kasih ya, hari ini benar-benar menyenangkan.

8. 告白( こくはく )
(Kokuhaku)
Pernyataan Cinta

Penulis : Yuni Sudarsih