Melalui Bahasa, Ku Temukan Cinta

finalis_lomba_2018, lomba_2018Budaya & Kehidupan, Cinta & Gaul dengan Orang Jepang, Lomba Menulis, ★kelas kita (クラスでの活動)

A. Alasan Awal Belajar Bahasa Jepang

25 Desember 2015

Aku dan adikku membuat tantangan yaitu belajar bahasa asing dari nol selain bahasa Inggris. Kemudian kami memutuskan untuk belajar bahasa Jepang dan siapa yang paling cepat menghapal hiragana dan katakana. Alhamdulillah aku menang dan bisa menghapal katakana dan hiragana dalam waktu kurang dari seminggu.

Setelah kalah games, adikku memutuskan berhenti belajar bahasa Jepang. Sebenarnya aku juga ingin berhenti. Namun, aku malah melanjutkan belajar bahasa Jepang karena selalu mendapatkan e-mail dari suatu agen travel Jepang yang bekerjasama dengan kantor orang tuaku. Saat itu aku masih duduk di D3 Keperawatan tingkat 3. Saking kesalnya aku pada bos Jepang itu, aku bilang ke dia,"We don't understand Japanese at all. If you don't mind, would you like to give us translation in English or Indonesian?". Alih-alih menyetujui permintaanku, dia malah tertawa keras dan berbicara dalam bahasa Jepang ke stafnya. Kemudian aku mulai menantang diriku untuk belajar bahasa Jepang dan ingin tahu seberapa sulit sih bahasanya sampai ia terlihat menyepelekanku saat itu.

Awal Januari 2016

Adikku merekomendasikan sebuah aplikasi belajar bahasa asing yang mana dapat menghubungkan kita dengan penutur aslinya yang sedang belajar bahasa Indonesia. Kemudian aku belajar otodidak hanya melalui chatting di aplikasi itu. Kalian tahu? Semua kalimat yang aku ketik dalam bahasa Jepang dicoret pakai garis merah. Banyak sekali teman-teman online yang memintaku belajar itu dari buku atau cari cara membuat kalimat terlebih dahulu di internet. Namun aku masih tetap bersikukuh tidak menggunakan text book sama sekali.

Dua bulan sudah, aku mempelajari bahasa Jepang. Namun hasilnya nihil hingga tibalah dititik keputusasaan. Qadarullah, aku berkenalan dengan seorang teman online yang tertarik dengan Islam dan akan berkunjung ke Jakarta pada bulan April 2016. Orang itu bernama Kouta Nakatsuji. Saat itu ia tidak belajar bahasa Indonesia melainkan bahasa Inggris.
Aku masih tidak yakin untuk bertemu seseorang yang aku kenal dari dunia maya. Selama seminggu sebelum pertemuan, aku berdoa agar diberi petunjuk oleh Tuhan. Aku berdoa pada Allah, aku hanya ingin belajar bahasa Jepang dengannya. Jika orang itu tidak baik, semoga aku kuliah sampai malam seperti biasanya. Namun jika orang itu baik, maka mudahkanlah kami untuk bertemu.
Kemudian aku mengatur tempat ketemuan kita yaitu di pintu masuk masjid Istiqlal yang bersebrangan dengan gereja Katedral.

Sabtu, 2 April 2016

Entah mengapa hatiku terasa bahagia sekali pada hari itu. Ini seperti sebuah takdir yang semuanya diberikan kemudahan oleh-Nya seperti pulang kuliah yang lebih awal daripada biasanya karena dosen-dosen yang mengajar berhalangan hadir.

Waktu masih menunjukkan pukul 11.00 siang. "Ya Allah, apa ini tanda kalo Engkau mengizinkan aku untuk bertemu dengannya? Ya Allah lindungilah aku, semoga kami bisa saling belajar saat bertemu nanti."ucapku dalan hati sembari meyakini diri tidak aka nada hal buruk terjadi.

Kemudian aku mengganti pakaianku di masjid dekat kampus. Setelah itu pergi ke masjid Istiqlal menggunakan bus Transjakarta.

Sesampainya di Istiqlal, tiba-tiba semua kekhawatiranku hilang. Aku menunggu sekitar satu jam di meeting point. Aku datang terlalu cepat.

"Duh ini orang mana sih? Salah aku sendiri sih mengajak bertemu jam 2. Sekarang masih jam 1. " ucapku dalam hati dengan kesal.

"Ih udah jam 13.55 tapi dia belum datang juga. Ya udah deh, aku tunggu sampai jam 14.00 aja. Kalo jam 14.00 tidak datang juga. Pulang saja lah. Oh ya aku juga kan tidak tahu muka Kouta seperti apa. Lah terus bagaimana ketemu dia hari ini. Aku juga tidak minta nomor teleponnya sama sekali. Eh tapi kan aku sudah bilang akan mengenakan baju apa untuk pertemuan hari ini. Hmm...... Ya sudah deh, nanti kalau ada orang mata sipit berkulit putih pasti dia. Lagian orang Jepang pasti mirip ama orang Cina."

Tepat pada pukul 14.00 tiba-tiba aku melihat seorang pria rupawan berkulit putih mata sipit memakai topi menginjakkan kakinya ke depan gerbang Masjid.

"Wah sepertinya ini deh orangnya. Pria ini tampan sekali. Duh kalau sampai dia orangnya, ini akan jadi pertemuan tidak terlupakan nih.” ucapku dalam hati sambil tersenyum sendiri.

"Apa? Kok pria itu malah jalan sembari menunjuk kearahku sih. Duh, ini orang bicara pakai bahasa apa sih."ujarku dalam hati.

“Maaf , apakah kamu sedang mencari seseorang? Kenapa menunjuk-nunjuk ke arahku?” tanyaku padanya menggunakan bahasa Inggris.

“ Konnichiwa. Aku kouta dari Jepang. Kamu Yuni kan? Teman online ku dari aplikasi Hellotalk?”tanyanya

“Ah, Kouta! Maaf aku tidak mengenalimu.” Jawabku sambil tersenyum.

Ah entah mengapa hari itu menjadi begitu cepat. Aku sangat bahagia sekali dapat bertemu dengannya. Meskipun kami masih ingin bertemu lebih lama lagi.

Oh ya ini foto kami sebelum pulang.
Oh ya ini foto kami sebelum pulang.

Ketika bertemu dengannya, Kouta menceritakan banyak hal yang membuat dia terkejut ketika tiba di Jakarta. Misalnya pengendara yang tidak ramah terhadap pejalan kaki sehingga ia hampir tertabrak mobil ketika menyebrang. Makanan yang menurut lidah orang Indonesia tidak begitu pedas, tapi cukup membuatnya sakit perut. Pelafalan bahasa Inggris Kouta yang masih ala orang Jepang salah satu kendala kami dalam berkomunikasi saat itu. Oleh karena itu, setiap aku berbicara ia selalu menggunakan kamus elektronik untuk berkomunikasi. Inilah awal alasan keduaku tuk mempelajari bahasa Jepang.

B. Sensei, Aku Menyerah!

Kamis, 23 Juni 2016

Sudah 7 bulan belajar sebuah bahasa baru. Aku tidak belajar disekolah atau tempat kursus bahasa asing karena beberapa alasan. Mungkin buat sebagian orang sangatlah mudah mempelajari bahasa ini. Hal ini berbeda denganku. Aku mempelajari bahasa ini untuk suatu tujuan bukan karena menyukainya.

Kesan pertama melihat huruf kanji tuh seperti huruf yang sedang menari-nari diatas kertas. Aku belajar dengan ditemani seorang sensei sambil mengkhayal kanji yang aku lihat itu sedang berjalan diatas kertas membuat sebuah cerita.

Beberapa hari sebelumnya, aku merasa lelah. Hingga suatu ketika postinganku di sebuah aplikasi tentang keinginan berhenti belajar bahasa Jepang terbaca oleh Kentarou. Yah dia adalah teman online keduaku. Setiap malam kami selalu chat dan berbicara melalui voice call. Namun, Kentarou selalu menyemangatiku tuk tetap belajar bahasa Jepang dan ingin bertemu denganku bulan depan tuk saling bertukar bahasa dan budaya selama ia di Indonesia.

C. Awal Kenangan Manisku Bersamanya

Jumat, 29 Juli 2016

Hari itu adalah awal dari pertemuanku dengan Ken. Ya, seperti sebelumnya, kami baru saling mengetahui wajah lawan bicara setelah bertemu di Jakarta. Ken mengajukan sebuah syarat padaku. Sebelum ia mengajariku, ia mau aku memandunya tuk berkeliling kota Jakarta sehari sebelum temannya pergi ke Yogyakarta.

Saat itu, Ken dan kawannya takut salah naik bus. Oleh karena itu, mereka berjalan kaki dari sebuah hotel yang ada di daerah Blok M sampai Semanggi. Kemudian kami bertemu di depan kantor polisi. Disana, ia memesan kopi hitam tanpa gula. Setelah kopi itu sampai, ia mengatakan “amai”

“Bu, tamba gula.”kata Ken
Kemudian ia menyeruput kopinya lagi dan mengatakan “amai”
“Bu, tolong kopinya tamba gula.”
Sekali lagi, si penjual menambahkan gula kedalam kopi Ken.
“Why is Indonesia’s coffee very sweet?” tanya Ken padaku
“Because you said “tambah” not “tanpa”. Then she added more sugar.” Jawabku

Aku dan Konosuke San hanya tertawa melihat ekspresi terkejut Ken saat itu.
“Bu, bom.” ujar Ken.
Sontak aku dan beberapa polisi yang di kantin sedikit terkejut. Ternyata yang dimaksud dia itu bukan bom, melainkan bon.

Selain itu ada hal yang menarik lainnya seperti saat makan siang kami memilih gado-gado di Monas. Sayangnya, penjual gado-gado membuat gado-gado super pedas untukku terlebih dahulu kemudian gado-gado Ken (tidak pedas). Namun Ken salah makan, ia makan punyaku sehingga ia sakit perut.

Setelah berjalan-jalan disekitar Monas dan Museum Gajah. Kami berjalan kaki sampai Kota Tua. Selama di perjalanan Aku dan Konosuke San menikmati perjalanan karena kami terbiasa berjalan kaki. Sedangkan Ken selalu saja mengeluh.
“Kenapa Jakarta selalu summer. Panas.” keluh Ken sembari mengusap keringatnya yang sebesar biji jagung.

“Sedikit lagi sampai, bersabarlah.” Jawabku.

Kemudian kami menyebrang jalan. Tapi kedua orang sensei ku tertinggal di belakang sehingga aku kembali lagi tuk membantu mereka menyebrang jalan. Setelah menyebrang, Konosuke San dan Kentarou bertepuk tangan dan mengatakan “wah kamu hebat ya bisa menyebrang jalan.”

“Biasa saja. Memangnya di Jepang kalian tidak bisa menyebrang seperti tadi ya? Kalau di Indonesia itu, biasanya pria melindungi wanita ketika menyebrang loh.” candaku pada mereka.

“Eh? Tapi itu berbahaya ya tadi. Banyak kendaraan melaju cepat meskipun lampu merah.”kata Ken

“Ok, aku akan menjagamu karena aku laki-laki.” Jawab Konosuke San

Tak lama kemudian, akhirnya kami sampai di Kota Tua. Setelah berfoto disana. Aku pamit pulang lebih dulu. Sebelum aku pulang, Ken memberikan omiyage yang sampai saat ini masih kusimpan.

Hari itu aku mendapatkan pengalaman dan cara belajar yang baik (yang sesuai dengan kemampuanku). Yah memang setiap orang memiliki cara yang berbeda. Namun, aku bukanlah tipe orang yang mudah mengingat sesuatu dengan mudah terutama mempelajari bahasa asing seperti Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang tentunya.

Dua orang sensei hari ini , Kentarou dengan temannya Konosuke memiliki cara belajar yang berbeda. Namun, Konosuke San lebih cepat menangkap pelajaran yang aku berikan hari ini, misalnya ketika aku mengajarkan cara melafalkan suatu kata. Konosuke San melihat gerakan bibirku sedangkan Ken tidak. Hal ini mengingatkanku saat mengajarkan adik (usianya 2 tahun) dirumah untuk berbicara. (Pelajaran pertama : belajar bahasa asing seperti halnya anak kecil yang belajar berbicara)

Selain itu, Konosuke San selalu mencatat kata-kata baru dan mempraktikkan kembali tanpa rasa malu atau takut jika ia melakukan kesalahan. Misalnya cara makan ala orang Indonesia, menyebrang jalan, dan masih banyak lagi. Kelihatan konyol sih sampai orang lain yah mungkin ada yang menganggap betapa bodohnya saat itu. Namun, dia bisa juga mempraktikkannya dengan benar. (Pelajaran kedua : mencatat hal-hal yang baru dan membacanya kembali selain itu harus berani)

Beberapa orang mungkin menganggap belajar adalah hal yang paling membosankan bahkan memalukan dalam menjalani prosesnya. Awalnya sih aku juga berpikir seperti itu tapi kalau sekarang tidak. Belajar itu hal yang menyenangkan meskipun harus menanggung malu jika orang lain menertawakan kesalahan kita. Eiiitss… Malah yang harus malu itu orang yang gengsi atau enggan belajar. Belajar kan tidak harus disekolah atau universitas saja,kan? 😛

D. Janji Kami

Seminggu kemudian, aku dan Kentarou bertemu kembali. Namun, kali ini kita belajar di rumahku. Kami saling belajar dan mengajar menggunakan papan tulis. Di pertemuan ini, Ken mengalami culture shock. Ketika makan siang, ia terkejut melihatku makan menggunakan tangan dan seluruh makanan yang disajikan pedas dan berminyak. Baru saja ia makan satu gorengan, seketika itu ia batuk-batuk. Ia juga terkejut ketika melihat kamar mandi dirumah. Ken mengatakan kamar mandi di Jepang kering tidak seperti di rumahku.

Di pertemuan kedua ini kami saling memperkenalkan keluarga kami masing-masing. Sebelum pulang, kami membuat janji. Yah janji yang selalu aku ingat dan menjadi salah satu penyemangatku tuk terus belajar. Kami saling berjanji suatu hari nanti berbicara hanya dalam dua bahasa yaitu bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Saat itu kami masih berbicara dalam 3 bahasa. Bahasa Inggris 80%, bahasa Jepang 10%, dan bahasa Indonesia 10%.

Bersambung……

Maaf belum sampai selesai, ini baru chapter 1 nya. Padahal sudah membuat kerangkanya sampai 2 chapter. Tapi kalau teman ?teman ada yang mau baca kelanjutannya, saya mau posting di grup kalau boleh sama admin 😀

Terima kasih untuk teman-teman yang sudah baca sampai sini.

Penulis :  Yuni Sundarsih