Aku, Soyu, Mirin, dan Kawan-Kawannya (karya lomba menulis 2023)

finalis_lomba_2023, lomba_2023Lomba Menulis, Semangat Pejuang Bahasa Jepang

❖ Lagu Itu

"Suminareta kono heya wo.Dete yuku hi ga kita”
“Telah datang hari di mana ku akan meninggalkan kamar yang biasa kutinggali ini”
“Atarashii tabidachi ni mada tomadotteru"
“Menuju petualangan baru yang belum menentu”

Lagu berjudul Tokyo yang dinyanyikan oleh Yui merupakan lagu berbahasa jepang pertama yang berhasil membuatku tertarik dengan bahasa jepang.

Saat itu aku duduk di bangku SMA. Di sanalah pertama kali aku belajar bahasa jepang. Sebagian siswa di kelasku saat itu mengatakan bahwa mata pelajaran bahasa jepang termasuk sulit dipelajari, tapi entah kenapa menurutku bahasa jepang sangat menarik untuk dipelajari. Terlalu senangnya aku dengan mata pelajaran bahasa jepang, sampai-sampai waktu terasa begitu cepat saat pelajaran berlangsung. Untuk mendapatkan pengetahuan lebih banyak tentang bahasa jepang akhirnya aku memutuskan untuk mengambil jurusan Bahasa di kelas XI dan XII. Bersyukur nilaiku memenuhi syarat untuk masuk jurusan bahasa.

Awalnya memang sulit harus menghafal hiragana dan katakana. Hiragana yang penggunaannya lebih sering dari katakana jadi lebih mudah untuk dihafalkan. Sedangkan katakana yang hanya digunakan untuk nama atau kata serapan dari bahasa lain menjadi jarang digunakan dan aku kesulitan untuk menghafalnya. Dan lagi penulisannya pun tidak bisa asal, jika salah dalam penulisan bisa berbeda arti. Begitu juga dengan huruf Kanji, meskipun waktu itu hanya mempelajari beberapa kanji ditingkat dasar, aku cukup kesulitan menghafalnya. Ditambah lagi banyaknya pola kalimat yang digunakan dengan struktur kalimat yang berbeda dengan struktur kalimat bahasa indonesia. Hal itu cukup membuatku bingung. Walaupun begitu bagiku bahasa jepang tetap menyenangkan untuk dipelajari. Dan selalu membuatku tidak sabar menunggu jadwal mata pelajaran bahasa jepang tiba. Menurutku kita hanya harus benar-benar memahami penggunaan partikel, dengan begitu kita dapat dengan mudah menghafal pola kalimat.

Pengetahuanku mengenai bahasa jepang dan sedikit tentang budaya jepang mulai bertambah. Aku mulai berani mengikuti beberapa lomba yang berkaitan dengan bahasa jepang. Serta beberapa kali datang ke event-event jepang yang diselenggarakan beberapa kampus di kotaku. Menyenangkan sekali bisa bertemu teman-teman dengan ketertarikan yang sama. Sayangnya tidak satu pun lomba berhasil kumenangkan. Sedih sih, tapi dari situ semangat belajarku semakin tinggi.

❖ Mengambil Langkah

Sebenarnya jepang tidak asing bagiku sejak aku masih kecil. Tempat tinggalku di pedesaan yang cukup pelosok, sebagian besar para ibu-ibunya bekerja sebagai TKW di luar negeri. Begitu juga dengan Ibuku, bedanya ibuku tidak bekerja di luar negeri hanya di luar kota. Kalau kata orang-orang ibuku TKW lokal. Ibuku bekerja sebagai asisten rumah tangga orang asing atau orang mancanegara. Berdasarkan cerita dari ibuku dia pernah bekerja untuk orang inggris, orang India, dan yang terakhir yang paling lama bekerja untuk orang jepang. Dulu waktu aku masih SD saat liburan sekolah ibuku pernah diam-diam mengajakku ke tempat kerjanya. Ibuku menyuruhku untuk tetap diam di kamar dan jangan sampai ketahuan oleh bosnya yang merupakan orang jepang. Ibuku takut akan dimarahi jika ketahuan. Ya namanya juga anak kecil yang penuh rasa ingin tahu, aku justru keluar dan menyapa orang jepang tersebut. Dan ternyata orang jepang tersebut tidak marah justru dia sangat ramah dan terlihat sangat senang. Katanya aku mengingatkannya pada anaknya yang berada di jepang. Keesokan harinya dia membelikanku banyak sekali camilan dan beberapa camilan khas jepang yang belum pernah aku makan sebelumnya. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan. Mungkin Pengalaman masa kecilku itu juga menjadi salah satu faktor ketertarikanku terhadap bahasa jepang.

Aku ingin serius mempelajari bahasa jepang jadi aku memutuskan untuk meletakkan bahasa jepang sebagai pilihan pertama pada seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri atau yang dulu di sebut dengan SNMPTN. Pada awalnya orang tuaku tidak menyetujui keputusanku tersebut. Alasan pertama adalah biaya. Aku mengerti biaya kuliah memang tidak sedikit, aku meyakinkan orang tuaku bahwa aku akan mencari beasiswa sehingga bisa meringankan mereka. Alasan ke tidak setujuan yang kedua adalah jurusanku. Waktu itu mereka masih menganggap bahwa bahasa jepang merupakan jurusan yang sedikit di minati dan mereka takut aku akan kesulitan mendapat pekerjaan setelah lulus. Aku terus meyakinkan orang tuaku bahwa itu tidak benar. Ada banyak prospek kerja pada jurusan bahasa jepang. Mereka pun akhirnya luluh dan mengizinkanku mengambil jurusan pendidikan bahasa jepang.

Dengan penuh harap aku mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mengikuti seleksi. Tak aku berdoa di setiap sholatku agar aku bisa lolos seleksi.

❖ Tertunda

Dihari pengumuman SNMPTN. Aku sangat gugup. Aku adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Sebagai harapan terakhir keluargaku, aku berharap bisa lolos dan bisa menjadi kebanggaan bagi keluargaku. Bersama tiga temanku, bergantian kami memasukkan ID untuk memeriksa hasil seleksi. Aku mendapatkan giliran terakhir. Ketiga temanku tidak lolos seleksi. Aku semakin gugup, takut aku pun tidak lolos. Dan benar, aku juga tidak lolos. Seketika badanku menjadi lemas. Aku tidak pernah mempersiapkan diri menerima hasil yang tidak sesuai bayanganku. Sedih, marah, kecewa yang saat itu aku rasakan. Q merasa sudah berusaha sebaik mungkin. Tapi aku tidak menyangka dengan apa yang aku dapatkan.

Aku dan teman-temanku, kami saling menenangkan satu sama lain. Aku ingat bahwa masih ada jalan lain yaitu, seleksi tes tulis atau yang saat itu di sebut dengan SBMPTN. Sayangnya SBMPTN hanya disediakan untuk 2 prodi yaitu kelompok sainstek dan kelompok program studi soshum. Berdasarkan jurusan yang kupilih yaitu pendidikan bahasa jepang, jadi aku mengikuti tes untuk yang prodi soshum. Karena materi yang di ujikan berkaitan dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS), membuatku harus mempelajari IPS dalam waktu singkat. Aku sangat kesulitan karena program studiku di SMA saat itu Bahasa. Kembali aku menaruh harapan besar pada tes tulis kali ini. Berharap mendapat hasil yang baik.

Ternyata keberuntungan belum juga berpihak padaku. Lagi-lagi aku tidak lolos seleksi. Saat itu aku merasa langkahku benar-benar dihentikan. Karena tidak mungkin untuk mengambil jalur mandiri, itu akan memberatkan orang tuaku. Ketiga temanku berhasil lolos. Satu temanku lolos seleksi SBMPTN, sedangkan dua lainnya mengambil jalur mandiri. Saat itu aku benar-benar tidak tahu harus mengambil langkah apa lagi. Dan keluargaku pun tidak bisa berbuat apa-apa, mereka menyarankanku untuk bekerja saja setelah lulus SMA.

Aku mengikuti saran keluargaku, setelah lulus dari SMA aku berusaha mencari pekerjaan. Namun kurang lebih sudah satu tahun setelah aku lulus aku belum juga mendapatkan pekerjaan. Aku tidak menyangka kegagalanku saat itu berdampak besar pada mentalku. Aku menjadi tidak percaya diri untuk bertemu dengan teman-temanku yang sebagian besar dari mereka berstatus mahasiswa. Aku lebih sering mengurung diri di dalam kamar. Selama satu tahun itu juga setiap malam aku menangis mengingat kegagalanku. Tolong maafkan mentalku yang lemah saat itu ya teman-teman. Walaupun begitu aku menghargai masa-masa itu karena jika tidak mengalami keterpurukan itu tidak akan lahir aku yang lebih kuat seperti sekarang ini.

❖ Titik balik

Merasa jenuh dengan keadaanku saat itu. Aku mulai memaksa diriku untuk lebih berusaha keras lagi dalam mencari pekerjaan. Aku mulai bekerja di toko elektronik dekat Rumahku. Setelah bekerja 1 tahun di toko elektronik, aku ingin mencari pengalaman yang lebih banyak lagi. Aku pun merantau keluar kota dan bekerja di sebuah resto sebagai waiters. Sampai suatu ketika tanteku menawariku pekerjaan sebagai ART (asisten rumah tangga) di tempat kerjanya. Yang mana pemilik rumah tempat tanteku bekerja adalah orang jepang. Sedikit info mengenai keluargaku, jadi tidak hanya ibuku yang bekerja untuk orang jepang. Kedua tanteku juga sama. Berbeda dengan ART pada umumnya yang mengerjakan sebagian besar pekerjaan rumah seperti memasak dan bersih-bersih, ibuku dan kedua tanteku lebih ke juru masaknya saja. Jadi ada orang lain yang khusus untuk bersih-bersih. Seperti halnya pekerjaan yang di tawarkan tanteku yaitu bagian bersih-bersih dan membantu tanteku menyiapkan bahan masakan. Kali ini lokasinya ada di Jakarta. Untuk menambah pengalaman merantau lebih jauh lagi, aku pun menyetujui tawaran tersebut.

Berangkatlah aku ke Jakarta, yang sebelumnya sama sekali tidak terlintas di pikiranku akan mengunjungi kota besar tersebut. Sungguh kesempatan baik untuk menguji mentalku. Aku ingin keluar dari zona nyaman yang selama ini membatasiku. Sesampainya di sana tanteku mengajakku berkeliling rumah sembari menjelaskan pekerjaan apa saja yang akan aku kerjakan. Ada 4 orang jepang yang tinggal di rumah itu. Jadi rumah itu merupakan rumah singgah yang di sediakan sebuah perusahaan tempat 4 orang jepang tersebut bekerja. Beberapa dari mereka bisa berpindah-pindah kota sesuai dengan di kota mana proyek mereka dijalankan. Kalian pasti bertanya-tanya, apakah 4 orang jepang ini mengerti bahasa Indonesia? Dan bagaimana tanteku berkomunikasi dengan mereka? Salah seorang dari mereka ada yang cukup pandai berbahasa Indonesia karena dia cukup lama tinggal di Indonesia. Sedangkan yang lainnya cukup kesulitan memahami bahasa Indonesia. Ada seorang translator di kantor pusat, dia yang membantu tanteku menjelaskan apabila mereka, orang jepang tersebut kesulitan memahami perkataan tanteku. Kata tanteku kedatanganku cukup membantunya. Bukan karena aku bisa berbahasa jepang, tidak. Aku tidak bisa berbahasa jepang, waktu itu aku lebih sering menggunakan aplikasi terjemahan untuk berkomunikasi. Mencampurnya dengan sedikit bahasa inggris dan lebih banyak bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan mereka.

❖ Soyu, mirin, dan kawan-kawannya

Di sinilah perkenalan pertamaku dengan soyu, mirin, hondashi dan banyak lagi bumbu dan bahan masakan jepang. Satu bulan bekerja di Jakarta, aku di pindah sementara ke Cikarang untuk menjadi juru masak selama 1 bulan. Karena waktu itu proyek yang di Cikarang kurang 1 bulan lagi akan berakhir. Sedangkan juru masak yang di Cikarang sudah pindah ke batang karena akan ada proyek baru di sana. Cukup nekat, karena hanya satu bulan aku belajar memasak dari tanteku. Beruntungnya Takechi san, bosku yang ada di Cikarang sedang menjalani program diet. Jadi menu-menu yang perlu disiapkan tidak terlalu sulit.

Satu bulan berlalu, aku kembali ke Jakarta. Stelah tujuh bulan di Jakarta, aku memutuskan untuk pulang karena proyek di Jakarta sudah mau habis. Berbekal tabunganku selama bekerja di Jakarta, aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku. Di bantu Ibuku yang saat itu juga masih bekerja, aku mengambil program satu tahun atau D1 di sebuah kampus. Program ini lebih menekankan pada Ilmu komputer dan praktik lapangan. Kenapa aku mengambil program satu tahun ini? Kenapa tidak S1 sekalian? Pertama aku tidak ingin terlalu memberatkan orang tuaku. Kedua aku berharap bisa cepat mendapatkan pekerjaan setelah lulus. Aku mengambil jurusan administrasi bisnis dalam program satu tahun tersebut. Di jurusan ini aku bisa mempelajari ilmu komputer, pembukuan, dan perpajakan. Meskipun hanya sebagian kecil atau dasarnya saja setidaknya sudah cukup dijadikan bekal untuk mencari pekerjaan. Alasan lain aku mengambil jurusan ini adalah karena ada mata kuliah bahasa jepang di dalamnya. Ternyata aku masih belum bisa memalingkan ketertarikanku pada bahasa jepang. Dari dulu aku selalu berharap mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari orang tuaku dan bisa membantu perekonomian keluarga.

Setelah lulus dari program satu tahun, aku berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai Admin di salah satu resto di kota Malang. Gaji yang kuterima memang belum setara dengan UMK di kota malang. Tapi setidaknya cukup untuk biaya hidupku dan aku tidak lagi membebani orang tuaku.

Aku cukup menikmati pekerjaanku waktu itu. Sampai suatu ketika ibuku mengabariku kalau dia ingin berhenti bekerja. Ibuku bekerja sebagai juru masak di suatu perusahaan yang di kelola orang jepang. Sudah lebih dari 10 tahun ibuku bekerja di sana. Dan sebagai tanda terima kasih perusahaan kepada ibuku, anak atau saudara ibuku diizinkan untuk bekerja di sana untuk menggantikan ibuku tanpa melalui tes. Dan ibuku berharap aku bisa menggantikannya. Awalnya aku tidak setuju karena pada dasarnya aku tidak suka memasak. Tapi setelah aku pikir-pikir, gajiku saat itu tidak cukup untuk menopang kebutuhan rumah. Sedangkan pekerjaan yang ditawarkan ibuku memiliki gaji UMK yang cukup besar. Aku pun menyetujuinya mengingat aku tumpuan terakhir keluargaku.

Di sinilah aku sampai sekarang, bercengkerama dengan soyu, mirin , hondashi dan kawan-kawannya. Berbekal pengalamanku di Jakarta, aku berusaha meningkatkan kemampuan memasakku. Butuh waktu cukup lama untuk mempelajari berbagai menu masakan jepang. Semua kupelajari secara otodidak, dengan mengikuti berbagai Channel Youtube masakan jepang dan dari buku milik ibuku. Beruntung mereka orang-orang jepang di perusahaan tersebut, bisa menerima masakanku dari yang tadinya tidak enak menjadi enak seiring berjalannya waktu. Mereka juga membantuku dengan memberiku beberapa resep masakan.
Banyak sekali yang kupelajari dari profesiku sebagai juru masak. Dituntut untuk menyajikan menu yang bervariasi membuatku harus mempelajari berbagai jenis masakan jepang. Beberapa di antaranya yaitu:

• Nabemono, merupakan jenis masakan yang berkuah. Seperti sukiyaki dan shabu-shabu.
• Yakimono, merupakan jenis masakan yang dipanggang atau dibakar. Contohnya yakitori.
• Nerimono, bisa disebut juga dengan gorengan.
• Namamono, merupakan jenis makanan mentah. Contohnya shashimi.

Aku juga memperkenalkan beberapa masakan Indonesia kepada mereka. Ada beberapa yang cocok dengan lidah mereka diantaranya yaitu, soto, Rawon, dan nasi bakar. Mereka bahkan memadukan soto dengan somen. Bukan dengan mie bihun melainkan memakan soto dengan somen. Cukup unik tapi kata mereka itu sangat enak.

Cukup sulit berkomunikasi dengan mereka, beberapa kali harus di bantu oleh translator yang ada di perusahaan tempatku bekerja. Melihat translator dengan lancar menjelaskan berbagai hal pada mereka, membuatku membayangkan mungkin seru jika aku bisa berada di posisi tersebut. Dari situlah semangatku mempelajari bahasa jepang kembali lagi. Setelah beberapa kali aku mencoba untuk mempelajarinya secara otodidak tapi tidak berjalan dengan baik dan lagi-lagi terhenti. Sampai akhirnya aku bergabung dengan grup belajar bahasa jepang wkwkjapan, dengan pembelajaran yang seru dan terstruktur. Bertemu dengan teman-teman baru membuatku semakin semangat belajar. Berharap bisa lolos ujian JLPT N5 tahun ini, dan berlanjut sampai N1 kalau bisa. Hingga suatu saat mimpiku sebagai translator bisa terwujud.

Menurutku tidak ada kata terlambat untuk belajar. Banyak tokoh-tokoh besar yang mencapai kesuksesannya di masa tuanya. Salah satu contohnya Colonel Sanders. Setelah jatuh bangun berbisnis, Colonel Sanders berhasil mengembangkan usaha restorannya yaitu KFC di umurnya yang ke 70 tahun. Terus berusaha dan berdoa, Tuhan yang akan mengatur waktunya. Kalaupun mimpiku tidak bisa terwujud aku tidak apa-apa, karena bisa mempelajari bahasa jepang yang ingin kupelajari sejak lama, sudah bisa membuatku bahagia.

Sekian lika-liku perjalananku, saat aku berpikir aku harus menyerah, tapi ternyata setiap langkahku mempertemukanku kembali dengan mimpiku. Semoga ada hal baik yang bisa teman-teman ambil dari kisahku. Semangat untuk teman-teman yang saat ini sedang memperjuangkan mimpi. Terima kasih!

❖ Jejak memori


• Saat mengikuti event IT (Isshoni Tanoshimimashou) di Universitas Brawijaya Malang.

• Ibuku saat masih bekerja sebagai juru masak.

• Oleh-oleh dari jepang.

• Buku resep masakan jepang milik ibuku.

Karena termakan usia, salah satu buku jilidannya sudah terlepas. Beberapa buku pemberian majikan ibuku berbahasa jepang. Sehingga membutuhkan aplikasi terjemahan untuk mencari bahan apa saja yang di butuh kan pada resep tersebut.

• Hasil masakanku saat masih di Cikarang.

• Hasil masakanku yang sekarang.

Penulis: Diana Agista Putri